Penjaga Gizi Anak Demulih: Perjalanan Ahli Gizi dan Chef
Nomor: ARTIKEL-30/BGN Ponorogo/12/2025
Artikel • 13 Desember 2025
Bangli - Setiap pagi di SPPG Demulih, sebelum api kompor dinyalakan dan sebelum sayuran dicuci, ada dua sosok yang selalu datang lebih awal: ahli gizi dan chef dapur. Mereka bukan sekadar tenaga dapur, mereka adalah arsitek gizi dan cita rasa yang menentukan apa yang akan disantap ratusan anak sekolah setiap harinya. Di tangan mereka, menu harian tidak hanya menjadi hidangan, tetapi bagian dari upaya membangun generasi yang sehat, kuat, dan siap belajar.
Sang ahli gizi memulai harinya dengan membuka buku menu, tabel kebutuhan gizi, dan catatan evaluasi asupan anak. Tugasnya bukan hanya memastikan bahan yang masuk sesuai standar, tetapi juga menyeimbangkan nutrisi harian agar menu tetap variatif, menarik, dan memenuhi kebutuhan tumbuh kembang peserta didik. Ia juga memastikan pemilihan bahan tetap mengacu pada produk lokal: sayur dari petani desa, telur dari peternak rumahan, hingga bumbu dapur dari UMKM setempat.
Di sisi lain, chef bersertifikat BNSP mengeksekusi rencana itu di dapur. Ia mengatur ritme memasak, menghitung waktu pemanasan, menjaga kebersihan area kerja, hingga mengawasi setiap tahap agar aman untuk anak-anak. Konsistensi rasa menjadi satu tantangan tersendiri. Meski bahan berubah mengikuti musim, ia harus menjaga agar setiap anak tetap bisa menikmati makanan yang lezat dan familiar tanpa mengabaikan standar sanitasi yang ketat.
Dedikasi keduanya tidak selalu mudah. Ada hari ketika pasokan bahan dari petani menurun sehingga mereka harus berimprovisasi tanpa mengorbankan nilai gizi. Ada masa ketika jumlah anak meningkat signifikan dan ritme dapur harus bekerja dua kali lebih cepat. Namun, di tengah tantangan itu, mereka tetap bekerja dengan kesadaran bahwa setiap keputusan memengaruhi kualitas gizi anak-anak yang sedang tumbuh.
Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas BGN Ponorogo, Khairul Hidayati (Sabtu, 13/11) peran ahli gizi dan chef adalah fondasi dari keberhasilan layanan pangan sekolah. “Di balik satu porsi makanan yang sehat, ada proses panjang yang dipikirkan oleh tenaga profesional. Mereka memastikan standar gizi terpenuhi tanpa kompromi,” ujarnya. Hida menambahkan bahwa tenaga bersertifikat adalah kunci menjaga kualitas pelayanan sekaligus melindungi anak dari risiko pangan.
Kontribusi mereka juga berdampak pada peningkatan ketertiban dapur dan budaya kerja profesional di tingkat desa. Dengan SOP yang dipatuhi ketat, pelatihan sanitasi, serta standar penyajian yang konsisten, dapur SPPG Demulih menjadi contoh bagaimana manajemen gizi modern bisa dipadukan dengan nilai gotong royong. “Profesionalisme tenaga di SPPG membuktikan bahwa program pemerintah bisa berjalan efektif jika dikelola dengan hati, terukur, dan berbasis keahlian,” lanjut Hida.
Biro Hukum dan Humas
Badan Gizi Nasional Ponorogo